Kamis, 28 Maret 2013

Pengaruh Nama Pada Anak


dakwatuna.com - Para ahli sosiologi berpendapat bahwa nama yang berikan orangtua kepada anaknya akan mempengaruhi kepribadian, kemampuan anak dalam berinteraksi dengan orang lain, dan bagaimana cara orang menilai diri si pemilik nama.

Banyak alasan dan pertimbangan para orangtua dalam memilihkan nama anak. Ada yang menyukai anaknya memiliki nama yang unik dan tidak ‘pasaran’. Mungkin mereka tidak suka membayangkan ketika nama anaknya dipanggil di depan kelas, ternyata ada lima orang anak yang maju karena kebetulan namanya sama. Ada yang lebih suka anaknya memiliki nama yang singkat dan mudah diingat. Orangtua seperti ini akan beralasan, “Toh nanti anakku akan dipanggil dengan nama bapaknya di elakang namanya.” Walaupun pernah kejadian orang Indonesia yang diharuskan mengisi suatu formulir di negara Eropa agak kebingungan karena diharuskan mengisi kolom nama keluarga. Padahal sebagaimana juga kebanyakan orang Indonesia, nama yang ada di kartu indentitasnya hanya nama tunggal, tanpa nama keluarga atau bin/binti.

Beberapa orangtua lain memilihkan nama yang megah untuk buah hati mereka. Sementara bagi kalangan tertentu ada kepercayaan jika anak ‘keberatan nama’ nanti bisa sakit-sakitan. Sebagian orang ada yang menganggap nama sebagai sesuatu yang biasa, sekedar identitas yang membedakan seseorang dengan yang lain. Ada lagi yang memilihkan nama untuk anaknya berdasarkan rasa penghargaan terhadap seseorang yang dianggap telah berjasa atau dikagumi. “As a tribute to,” demikian alasannya.

Sebagai orangtua, kita perlu tahu makna dari sebuah nama dan mempertimbangkan yang terbaik untuk anak kita. Bayangkan bahwa anak kita akan menyandang nama tersebut sejak tertulis di akte kelahiran, hingga di hari akhir nanti.

Bagi umat muslim, nama adalah doa yang berisi harapan masa depan si pemilik nama. Para calon orang tua yang peduli tidak hanya berusaha memilih nama yang indah bagi anaknya, tapi juga nama yang memiliki arti yang baik dan memberikan dampak atau sugesti kebaikan bagi anak. Dr. Abdullah Nashih Ulwan dalam buku Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam menyebutkan beberapa hal penting tentang pemberian nama kepada anak.

Menurut beliau kita para orangtua hendaknya:

  • Memberikan nama segera setelah bayi dilahirkan. Lamanya berkisar antara sehari hingga tujuh hari setelah dilahirkan. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, “Tadi malam telah lahir seorang anakku. Kemudian aku menamakannya dengan nama Abu Ibrahim.” (Muslim). Dari Ashhabus-Sunan dari Samirah, Rasulullah saw. bersabda, “Setiap anak itu digadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan (binatang) baginya pada hari ketujuh (dari hari kelahiran)nya, diberi nama, dan dicukur kepalanya pada hari itu.”
  • Memperhatikan petunjuk pemberian nama, dengan mengatahui nama-nama yang disukai dan dibenci. Ada pun nama-nama yang dianjurkan Rasulullah saw. adalah: Nama-nama yang baik dan indah. Rasulullah saw. menganjurk, “Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kamu sekalian akan dipanggil dengan nama-nama kamu sekalian dan nama-nam bapak-bapak kamu sekalian. Oleh karena itu, buatlah nama-nama yang baik untuk kamu sekalian.” 

Nama-nama yang paling disukai Allah yaitu Abdullah dan Abdurrahman. Nama-nama para nabi seperti Muhammad, Ibrahim, Yusuf, dan lain-lain. Sedangkan nama-nama yang sebaiknya dihindari adalah: Nama-nama yang dapat mengotori kehormatan, menjadi bahan celaan atau cemoohan orang. Nama yang berasal dari kata-kata yang mengandung makna pesimis atau negatif. Nama-nama yang khusus bagi Allah SWT., seperti Al-Ahad, Ash-Shamad, Al-Khaliq, dan lain-lain. 

Pengaruh nama pada anak

Orangtua seharusnya berusaha memberikan sebutan nama yang baik, indah dan disenangi anak, karena nama seperti itu dapat membuat mereka memiliki kepribadian yang baik, memumbuhkan rasa cinta dan menghormati diri sendiri. Kemudian mereka kelak akan terbiasa dengan akhlak yang mulia saat berinteraksi dengan orang-orang disekelilingnya.

Anak juga perlu mengetahui dan paham tentang arti namanya. Pemahaman yang baik terhadap nama mereka akan menimbulkan perasaan memiliki, perasaan nyaman, bangga dan perasaan bahwa dirinya berharga.

Bagi lingkungan keluarga, adalah hal yang penting untuk menjaga agar nama anak-anak mereka disebut dan diucapkan dengan baik pula. Sebab ada kebiasaan dalam masyarakat kita yang suka mengubah nama anak dengan panggilan, julukan, atau nama kecil. Sayangnya nama panggilan ini terkadang malah mengacaukan nama aslinya. Nama panggilan ini kadang selain tidak bermakna kebaikan juga bisa mengandung pelecehan. Hal ini kadang terjadi karena nama anak terlalu sulit dilafalkan, baik oleh orang-orang disekitarnya bahkan bagi sang anak sendiri.

Nama yang terdiri dari tiga suku kata atau lebih akan membuat orang menyingkat nama tersebut menjadi satu atau dua suku kata. Misalnya Muthmainah akan disingkat menjadi Muti atau Ina. Sedangkan nama yang memiliki huruf ‘R’ biasanya akan lebih sulit dilafalkan anak yang cenderung cedal pada usia balita. Maka nama-nama seperti Rofiq (yang artinya kawan akrab) akan dilafalkan menjadi Opik, nama Raudah (taman) dilafalkan menjadi Auda.

Nama yang unik dan berbeda apalagi megah, mungkin memiliki keuntungan tersendiri. Namun nama yang demikian dapat menyebabkan beberapa masalah. Nama yang sulit diucapkan dapat membuat orang-orang sering salah mengucapkan atau menuliskannya. Ada suatu penelitian yang menunjukkan bahwa orang sering memberikan penilaian negatif pada seseorang yang memiliki nama yang aneh atau tidak biasa. Dr. Albert Mehrabian, PhD. melakukan penelitian tentang bagaimana sebuah nama mengubah persepsi orang lain tentang moral, keceriaan, kesuksesan, bahkan maskulinitas dan feminitas. Dalam pergaulan anak yang memiliki nama yang tidak biasa mungkin akan mengalami masa-masa diledek atau diganggu oleh teman-temannya karena namanya dianggap aneh. Pernah mendengar ada seseorang yang bernama Rahayu ternyata seorang laki-laki?

Jika ingin menamai anak dengan nama orang lain, ada baiknya memilih nama orang yang sudah meninggal dunia dan telah terbukti kebaikannya. Jika orang tersebut masih hidup, dikuatirkan suatu saat orang tersebut berubah atau mengalami kehidupan yang tercela. Sudah banyak contoh orang-orang yang pada sebagian hidupnya dianggap sebagai orang besar, ternyata di kemudian hari atau di akhir hayatnya digolongkan sebagai orang yang banyak dicela masyarakat. Kita harus menjaga jangan sampai anak kita menanggung malu karena suatu saat dirinya diasosiasikan dengan orang yang tidak baik.

Beruntunglah kita, karena di Indonesia nama-nama Islami sangat biasa dan banyak. Sehingga tidak ada alasan merasa malu atau aneh memiliki nama yang Islami. Hanya saja mungkin dari segi kepraktisan perlu dipertimbangkan nama anak yang cukup mudah diucapkan, tidak terlalu pasaran tapi tidak aneh, dan sebuah nama yang akan disandang anak kita dengan bangga sejak masa kanak-kanak hingga dewasa nanti. Wallahu alam.


Selasa, 26 Maret 2013

RUMAH SEJATI ITU BERNAMA MASJID

Oleh : Drs. H. Muchlis, SK, M.PdI 
(Pengawas Dinas Pendidikan Kota Crebon) 

“Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan Shalat, menunaikan Zakat, dan tidak takut(kepada siapa pun) selain kepada Allah maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS: At-Taubah: 18) 

“Home sweet home” begitu kata orang bule kala rindu kampung halaman. “Baiti jannatii,” begitu pula kata orang Arab kala bertemu handai taulan. “Home” atau “bait” atau “rumah” adalah kata yang sangat ajaib bagi manusia. Rumah adalah tempat kembali, tempat bernaung, tempat berlindung, dan terutama tempat untuk tumbuh dan melakukan segala aktivitas. 

Rumah adalah suatu tempat di mana kita dapat melakukan dan merasakan berbagai hal dengan sepenuh jiwa. Hanya saja orang sering lupa betapa tempat yang paling layak mendapatkan predikat rumah sejati bukanlah suatu bangunan persegi dengan komposisi kamar tidur, kamar mandi, dapur, garasi, dan ruang tamu di mana kita meninggalinya selama bertahun-tahun, melainkan bangunan (sederhana) bernama masjid. 

Masjid amatlah layak dikatakan rumah sejati karena masjidlah satu-satunya tempat yang selama ini setia menyertai perjalanan panjang kaum Muslimin dalam mengarungi hidup. Bahkan sejarah telah berulang kali mencatat betapa orang-orang hebat yang menjadi tokoh perubahan dunia mengawali “karier”-nya dari masjid ke masjid! 

MENGOPTIMALKAN FUNGSI MASJID 

1. Masjid Sebagai Sarana Pembinaan Iman 

Dalam surah yang sama (At Taubat) di ayat yang ke 108, Firman Allah: “… Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” [At-Taubah: 108] 

Pada ayat yang pertama Allah menjanjikan akan memberikan petunjuk (hidayah) kepada orang2 yang memakmurkan masjid yang istiqamah dalam ketha’atannya kepada Allah. Dan kita telah tahu, “… man yahdillahu fa laa mudhilalah…” (barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah niscaya tidak akan ada yang bisa menyesatkannya. Sedang di ayat berikutnya, meskipun yang dimaksud adalah masjid Quba namun (insya Allah) kita dapat mengimplementasikan pada masjid-masjid sekarang ini: mendirikan masjid haruslah atas dasar taqwa, sehingga akan dijumpai di dalamnya orang2 yang betul2 berazzam untuk membersihkan diri. 

Abu Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Darda ra., ia mendengar bahwa Salman Alfarisi ra., membeli budak untuk pelayan, maka Abu Darda ra menulis surat kepada Salman yang isinya: “Hai saudaraku pergunakan masa hidupmu untuk kepentingan ibadat sebelum tiba bala yang menyebabkan tidak dapat beribadat, dan pergunakan kesempatanmu untuk mendapat berkah doa dari orang yang menderita bala, dan kasih sayanglah kamu pada anak yatim, usaplah kepalanya dan berikan makanan padanya, supaya lunak hatimu dan tercapai hajatmu. Hai saudaraku saya pernah menyaksikan ketika Rasulullah SAW didatangi seorang yang mengeluh karena merasa keras hatinya, maka sabda Nabi SAW: “Kasihanilah anak yatim, dan usaplah kepalanya, dan berikan makanan kepadanya, niscaya akan lunak hatimu dan tercapai hajatmu”. Saudaraku, jadikan masjid bagaikan rumahmu sebab saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Masjid itu sebagai rumah orang yang bertaqwa, Dan Allah telah menjamin bagi orang-orang yang masjid itu adalah rumahnya, dengan kelapangan hati, dan kesenangan, kepuasan serta kemudahan menyeberangi shirat, dan selamat dari api neraka dan segera menuju pada keridhaan Allah SWT.” 

Alhakim bin Umar ra., berkata, “Jadilah kamu didunia ini bagaikan tamu dan jadikan masjid bagaikan rumahmu dan ajarkan hatimu lunak, kasih sayang, banyak-banyaklah bertafakkur dan menangis dan jangan sampai kamu dikacau oleh hawa nafsu.” 

Masjid adalah rumah orang yang bertaqwa, lebih tegas lagi Qatadah menyatakan, “Tidak layak seorang muslim kecuali di tiga tempat: masjid yang dimakmurkan, rumah yang menutupinya, atau hajat yang dibutuhkannya.” 

Dalam sebuah hadits yang sangat terkenal, dari Abu Hurairah ra Nabi saw., menyebutkan ada 7 golongan yang akan dinaungi Allah di hari di mana tiada naungan lagi kecuali naungan-Nya, salah satunya (bahkan yang disebutkan pertama) adalah orang yang hatinya senantiasa tergantung di dalam masjid tentunya untuk beribadah. (diriwayatkan oleh imam bukhari, ahmad, muslim, tirmidzi, dan nasaa’i) 

Alhasan bin Ali ra berkata, “Tiga macam orang yang dibawah lindungan Allah: Seorang yang masuk masjid tidak masuk kecuali untuk Allah. Maka ia sebagai tamu Allah sehingga kelua kembali ke rumahnya.Dan seorang yang ziarah kepada saudaranya sesama muslim tiada berziarah kecuali karena Allah, maka ia termasuk ziyarah kepada Allah sehingga kembali. Dan seorang yang berhaji atau umrah tiada bepergian kecuali karena Allah, maka ia sebagai utusan Allah sehingga kembali pulang ke rumahnya. "

Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw bersabda: “Barangsiapa membersihkan diri di rumahnya, kemudian berjalan ke sebuah rumah diantara rumah-rumah Allah (masjid) untuk menunaikan satu fardhu, maka langkahnya yang sebelah menurunkan dosa sedang yang lain menaikkan derajat.” (diriwayatkan oleh Imam Muslim) 

Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Nabi saw bersabda: “Barangsiapa dalam waktu pagi atau sore menuju masjid, maka ALlah menyediakan baginya hidangan di surga setiap datang waktu pagi dan sore.” (diriwayatkan oleh Bukhariy dan Muslim) 

Sub-haanallah, sedemikian tingginya ‘penghormatan’ Allah kepada para ‘tamuNya’. Sehingga para shahabat dulu memilih berjalan kaki ketika menuju ke masjid. Diceritakan oleh Ubay bin Ka’ab ra, “ada seorang lelaki dari shahabat Anshar yang saya ketahui tidak ada seorangpun yang rumahnya lebih jauh dari masjid daripada rumahnya, tetapi ia tidak pernah terlambat shalat. Pernah dikatakan kepadanya: “seandainya kamu membeli seekor keledai yang dapat kamu kendarai dalam kegelapan dan pada hari yang sangat panas.” Dia menjawab: “Tidaklah menggembirakan seandainya rumahku berada di samping masjid. Sungguh aku menginginkan dituliskan jalanku menuju ke masjid da kepulanganku kembali kepada keluargaku.” Maka Rasulullah saw bersabda: “Allah telah mengumpulkan untukmu semua itu (pahala berjalan berangkat dan kembali).” (diriwayatkan oleh Imam Muslim). 

2. Mesjid Sebagai Sarana Memperkuat Ukhuwah Islamiyah 

Mesjid mengajarkan kaum Muslimin banyak hal. Dalam shalat berjamaah misalnya, banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil. Roh Jama`i dan kebersamaan, ketaatan kepada pemimpin, tujuan hidup yang satu, kesamaan langkah dan gerak, dan masih banyak pelajaran lainya bisa kita ambil dari tempat yang suci ini. 

Ukhuwah Islamiyah juga bisa dibina dan dikembangkangkan dengan semangat Mesjid. Setelah melakukan Shalat berjamaah adalah cara yang sangat tepat dalam memperkuat tali silaturrahmi. Bahkan dalam kajian Fiqih disunnahkan bagi sang imam untuk menghadap kearah Jamaah, rahasianya adalah seorang Imam bisa melihat jamaahnya. 

Mungkin ada diantara mereka yang tidak shalat ke mesjid karena sakit atau uzur lainya. 
Unsur persamaan derajat juga bisa diambil dari roh dan semangat mesjid. Tidak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin ketika berada dalam masjid. Mereka yang datang lebih dahulu bisa duduk di shaf bagian depan, tanpa ada yang melarangnya. 

Kebersihan juga pelajaran penting yang bisa diambil dari roh dan semangat Mesjid. Berangkat ke mesjid dalam keadaan berwudhuk dan melepas alas kaki ketika memasuki mesjid. Hal ini mengajarkan kepada setiap pribadi muslim untuk menjaga kebersihan, Setiap mereka harus memulai pekerjaan sehari-harinya dengan niat yang bersih. 

Oleh karena itu kita harus bisa memposisikan mesjid sebagai wadah pemersatu kaum muslimin. Menghidupkan kembali peranan mesjid dengan segala macam aktivitas yang telah kita paparkan diatas yang telah terbukti membawa kaum muslim pada puncak peradaban besar. 

3. Mesjid Sebagai Pusat Informasi 

Disinilah sumber berita tentang perkembangan kehidupan yang layak diketahui kaum muslimin. Mulai dari isu perpolitikan, perang dan damai, dan kebijakan-kebijakan negara lainya. Disamping itu masjid menjadi pusat informasi keilmuan, dijadikan pusat kajian keislaman, pendalaman ulumul Islam sehingga masjid menjadi dambaan bagi orang-orang yang haus ilmu, apalagi bila masjid telah dilengkapi dengan perpustakaan yang memadai dan akses informasi melalui IT mudah diperoleh 


MENGHIDUPKAN KEMBALI RISALAH MASJID. 

Rumah Pertama di Muka Bumi Masjid langit bumi beserta isinya milik Allah. Tetapi Allah menyebut secara khusus bahwa masjid adalah kepunyaanNya. Masjid merupakan rumah pertama yg dibangun di muka bumi. Allah berfirman : “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping Allah.”( Q.S Al Jin : 18) 

Masjid Rasulullah saw adalah masjid yg berasaskan Taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat yg memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya. Menjadi tempat yang mendahulukan praktek kerja nyata sebelum teori. Sebuah masjid yang telah mengangkat esensi kemanusiaan manusia sebagai hamba terbaik di muka bumi. 

Pada saat ini secara umum ada dua tipe kecenderungan penyimpangan dalam pengelolaan masjid-masjid zaman sekarang. Pertama pengelolaan masjid secara konvensional. Gerak dan ruang lingkup masjid dibatasi pada dimensi-dimensi vertikal saja sedang dimensi-dimensi horizontal kemasyarakatan dijauhkan dari masjid. Indikasi tipe pengelolaan masjid jenis ini adalah masjid tidak digunakan kecuali untuk shalat berjamaah setelah itu masjid dikunci rapat-rapat. Bahkan terkadang jamaah pun hanya tiga waktu; Maghrib Isya’ dan Shubuh. Tipe lainnya adalah pengelolaan masjid yang melewati batasan syara’. Biasanya mereka berdalih untuk memberi penekanan pada fungsi sosial masjid tetapi mereka kebablasan. Maka diselenggarakanlah berbagai acara menyimpang di masjid . Misalnya pesta pernikahan dengan pentas musik atau tarian perayaan hari-hari besar Islam dengan ragam acara yangg tak pantas diselenggarakan di masjid dan sebagainya. Mereka lebih mengutamakan dimensi sosial yang ironinya menabrak syari’at Islam dan tidak mengabaikan fungsi masjid sebagai sarana ibadah dalam arti luas. 

Belum lagi tiap masjid akan mempunyai masalah tersendiri yang berbeda dari masjid lainnya. Misalnya masjid kurang terurus jarangnya pengurus dan jamaah sekitarnya yang shalat ke masjid, terjadinya perselisihan antar pengurus dalam menentukan kebijaksanaan masjid yang tidak lagi buka 24 jam dan lain sebagainya. Nampaknya faktor internallah yang menjadi penyebab utama terbengkalainya rumah-rumah Allah tersebut. 

Di era modern sekarang ini kita harus mampu memerankan dan memakmurkan masjid. Memakmurkan masjid mempunyai dua pengertian. Hissi dan maknawi. Hissi berarti membangun masjid secara fisik, membersihkanya, melengkapi sarana wudhuk dan yang lainya. Sedangkan memakmurkan masjid secara maknawi adalah meramaikan masjid dengan shalat berjama`ah, membaca Al-quran, i`tikaf, dan ibadah lainya. Dan yang tidak kalah penting adalah menjadikan Mesjid sebagai pusat kegiatan dan pengembangan masyaraakat 

Oleh karena itu para pengurus masjid terdiri dari hamba-hamba Allah yang berbasis ketaqwaan dan modal utamanya adalah niat yang ikhlas karena Allah kesungguhan dalam bekerja, kemauan dalam berusaha serta mau menghadapi tantangan dan ganjalan yang datang dari dalam maupun dari luar. Semoga kita menjadi pelayan-pelayan umat. Amin