Sabtu, 04 Agustus 2012

Gara-gara Alquran, Korea Selatan Maju

Ayat Al-Quran Menjadi Inspirasi Slogan Korea Selatan

Pada tahun 1970an, Presiden Korea Selatan Park Chung Hee berkunjung ke Indonesia, tepatnya ke serambi Mekkah, atau Aceh. Pada waktu itu ada kunjungan bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan. Pada suatu hari yang tidak sibuk, pak presiden Korea Selatan ini berkunjung ke salah satu masjid yang ada di Aceh, yaitu masjid Baitturahman. Pada saat itu juga beliau merasa tertarik pada satu ayat Alquran yang dipajang di salah satu dinding masjid. Beliau bertanya kepada salah satu pengurus masjid, “Artinya apa ?”, 

“Innallaah laa yughoyyiru maa biqoumin, hatta yughoyyiru maa bi anfusihim” yang artinya Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada pada diri mereka (QS 13 : 11).

Sang presiden terkejut dan merasa kagum dengan ayat tersebut, walaupun presiden bukan seorang muslim tapi beliau sangat terkagum-kagum mendengar satu potongan ayat tersebut. Lalu sang presiden bertanya lagi pada pengurus masjid, “Bolehkah saya bawa ke negara saya ?”, pengurus masjid berkata, “tentu saja oleh”.

Jadilah ayat tersebut dibawa ke Korea Selatan dan dijadikan slogan resmi negara ini. “Tuhan tidak mengubah keadaan Korea Selatan, sampai rakyat Korea Selatan yang mengubah keadaannya sendiri”. Padahal hanya satu ayat, tapi luar biasa mampu merubah satu bangsa Korea Selatan sampai sekarang.

Jika kita mampu mengaplikasikan semua ayat Alquran, Insya Allah bangsa indonesia akan maju dan sejahtera dari negara manapun. Korea selatan yang bukan negara Muslim saja mampu mengubah nasib bangsanya hanya terinspirasi oleh satu ayat saja. Bukankah Umat Islam membaca Alquran diperbolehkan setiap saat? kapan pun boleh dan berapa ayat pun silahkan. Semoga perubahan dapat kita dapatkan dengan berawal dari Kalamullah, Amiin. wallahu a’lam

Jumat, 03 Agustus 2012

Hikmah Di Balik Musibah


(  Apakah  Hukuman, Ujian , Atau  Penghapus Dosa )
Oleh: Jemi Naitboho, M.Si.

Apabila kita berbicara tentang  suatu musibah pasti tidak ada batasnya, karena begitu kompleks dan cara pandang manusia tentang kata musibah. Ada orang  yang akan  berfikir bahwa musibah itu adalah merupakan bentuk  hukuman yang Allah turunkan kepada manusia karena banyak dosa, ada juga orang yang mendefinisikan bahwa musibah itu adalah ujian yang Allah berikan kepada manusia untuk mengukur tingkat kesabaran. Ada juga orang yang akan menyatakan bahwa musibah adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah terhadap manusia sebagai penghapus dosa.
Dalam pandangan dan perasaan manusia, semua jenis musibah pasti merupakan sesuatu yang jelek, menyakitkan, atau menyedihkan. Dengan kata lain, secara manusiawi kita tentu tidak menginginkan musibah, apapun bentuknya, kapan pun dan di mana pun. Namun, apabila kita membaca beberapa keterangan ayat Alquran dan haditst nabi, akan kita dapati bahwa musibah yang dialami oleh manusia dalam pandangan Allah ternyata memiliki makna. Ada tiga makna bisa kita terjemahkan dari sebuah musibah. Pertama, sebagai hukuman Allah atas pembangkangan yang dilakukan manusia terhadap aturan yang telah ditetapkan-Nya. Kedua, sebagai penghapus dosa. Artinya, di akhirat nanti ada dosa yang tidak diperhitungkan lagi karena hukumannya sudah ditunaikan oleh allah di dunia. Ketiga, sebagai ujian untuk kenaikan derajat manusia di mata Allah.
Antara Musibah dan Hukuman
Manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Demikianlah salah satu hadits Nabi menjelaskan tentang manusia. Kita bisa berbuat salah apabila kita tidak tahu petunjuk atau ilmunya. Akan tetapi, perbuatan salah tidak selalu berkaitan dengan ketidaktahuan. Sering pula manusia berbuat salah padahal sudah tahu petunjuk atau ilmunya. Atau, bisa jadi bukannya tidak tahu tetapi memang tidak mau tahu dengan petunjuk-petunjuk atau aturan-aturan yang sudah ada.
Allah SWT., telah memberikan petunjuk dan ilmu yang bisa digali oleh manusia di dalam firman-Nya yang juga didukung dengan hadits-hadits Nabi saw. Itu semua merupakan peraturan yang patut dilakukan agar manusia mencapai kebahagiaan dalam kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Ketika Allah membuat peraturan, maka Allah juga membarikan ‘hadiah’ dan ‘hukuman’ bagi peraturan itu. Dalam bahasa yang lebih tepat, itu disebut dengan konsekuensi logis atau ‘hukum alam’.
Jadi, ketika manusia ditimpa musibah, maka merupakan suatu konsekuensi logis atas apa yang telah dilakukannya. Musibah itu merupakan akibat dari sesuatu yang telah diperbuat atau diabaikan oleh manusia. Dalam salah satu ayat Alquran Allah SWT., berfirman: “dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) (Q.S. Asy-syuara 42:30).
Dalam ayat yang lain: Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun” (Q.S. An-Nisa 4:79).
Kita sering mengaitkan musibah yang terjadi dengan takdir Allah. Musibah memang sebuah takdir, tetapi bukan berarti tidak ada kaitannya dengan amal perbuatan manusia. Ustadz Quraish Shihab dalam buku Lentera Hati mengungkapkan bahwa adalah keliru apabila seseorang mengingat takdir ketika terjadi malapetaka yang menimpanya itu. lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa adalah benar kita tidak bisa terlepas dari takdir Tuhan. Tetapi takdir-Nya tidak hanya satu. Kita diberi kemampuan untuk memilih berbagai takdir Tuhan, berdasarkan hukum-hukum yang telah ditetapkan-Nya. Sehingga apabila seseorang tidak menghindar darinya pasti ia akan menerima akibatnya, dan itu aadalah takdir. Tetapi apabila ia menghindar dan luput dari marabahaya, ia pun adalah takdir. Bukankah Tuhan telah menganugerahkan manusia kemampuan untuk memilih?
Dengan melihat penjelasan tersebut maka dapat kita pahami bahwa musibah yang menimpa manusia merupakan hukuman dari Allah atau konsekuensi logis atas kesalahan yang dilakukan manusia. Kesalahan itu bisa berupa kelalaian, kebodohan, atau pengingkaran kita terhadap hukum yang sudah ada.
dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. dan apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.  (Q.S. Ar Rum 30:36).
Di dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Nabi Muhammad saw., pernah bersabda, “akan datang suatu zaman atas manusia. Perut-perut mereka menjadi Tuhan-Tuhan mereka. Perempuan-perempuan menjadi kiblat mereka. Dinar-dinar menjadi agama mereka. Kehormatan mereka terletak pada kekayaan mereka. Ketika itu, tidak tersisa iman sedikitpun kecuali namanya saja. tidak tersisa islam sedikitpun kecuali upacara-upacara saja. Tidak tersisa Alquran sedikiktpun kecuali pelajarannya saja. Masjid-masjid mereka makmur dan damai. Akan tetapi hati mereka kosong dari petunjuk. Ulama-ulama mereka menjadi makhluk-makhluk Allah yang paling buruk dipermukaan bumi. Kalau terjadi zaman seperti itu, Allah akan menyiksa mereka dan menimpakan kepada mereka berbagai bencana, kekejaman para penguasa, kekeringan dan kekejaman para pejabat serta para pengambil keputusan.” Maka takjublah para sahabat mendengarkan penjelasan Nabi ini. Mereka bertanya, “ya Rasulullah, apakah mereka menyembah berhala?” Nabi menjawab, “ya, bagi mereka, setiap serpihan dan kepingan uang menjadi berhala.”
Antara Musibah  dan Ujian
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.” (Q.S. Al Baqarah 2:214)
Ayat di atas menjelaskan dengan jelas dan sesungguhnya menerangkan bahwa golongan manusia yang kelak akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat dengan hadiah surganya Allah  yang penuh dengan kenikmatan, adalah mereka yang ketika di dunia telah diuji oleh Allah SWT.  Ujiannya berupa malapetaka, kesengsaraan, dan berbagai hal yang menguji keimanan seseorang sehingga ia pun sampai kepada pertolongan Allah SWT.
Tapi, apakah orang yang tidak diuji dengan kesengsaraan lantas tidak akan mendapatkan kebahagiaan kelak diakhirat? Tidak demikian, sebab ujian atau cobaan itu tidak hanya dalam bentuk malapetaka dan kesengsaraan. Ujian dan cobaan bisa pula dalam bentuk kekayaan atau kepintaran dan kegembiraan  dari  Allah SWT.,  sesuai dengan  firman-Nya sebagai berikut : “Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: "Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku". sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (Q.S Az-Zumar 39:49)
Tentunya kita semua harus menerima atas berbagai macam  ujian dan cobaan yang ada didunia ini.  Sebab banyak orang yang memang berhasil menghadapi ujian malapetaka dan kesengsaraan, tetapi  ada pula yang ternyata  gagal dalam menghadapi ujian  tersebut  yang berupa kesenangan dan kenikmatan. Sebagaimana  Allah SWT., berfirman; “dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, Maka ia banyak berdoa.(Q.S. Fushilat 41:51)
Antara Musibah dan Penghapus Dosa
Selain sebagai hukuman dan ujian, musibah yang menimpa manusia bisa juga sebagai proses penghapusan dosa manusia. Di dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa Allah SWT., berfirman, “Demi kejayaan dan keagungan-Ku, tidak akan aku matikan hamba-Ku yang Aku kehendaki kebaikan baginya, sehingga aku menghapuskan dosa-dosa yang pernah ia lakukan melalui rasa sakit dibadannya, kerugian pada hartanya, dan kematian anaknya. Maka apabila masih terdapat dosa padanya maka Aku perberat baginya saat sakaratul maut., sehingga ia menemui Aku seperti saat ia dilahirkan dari rahim ibunya  (tidak mengemban satu dosapun). Dan demi kejayaan dan keagungan-Ku. Tidak akan aku mematikan hambaku yang aku tetapkan keburukan atasnya, sehingga aku menghapuskan perbuatan-perbuatan baiknya melalui kesehatan tubuhnya(tidak pernah sakit). Bertambah hartanya, dan bertambah anaknya; maka sekiranya masih ada kebaikan padanya, Aku ringankan baginya sakaratulmaut sehingga dia mengharap-ku tidak memiliki kebaikan apa pun.”
Selain hadits qudsi diatas, mari kita simak pula sebuah hadits lain. Nabi Muhammad saw., bersabda, “tidak ada seorang muslim pun yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu menggugurkan daun-daunnya.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaih).
Kita sering menganggap musibah yang menimpa kita sebagai sesuatu yang buruk. Padahal bisa jadi ada hikmah yang sangat besar dibalik itu semua. Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Meraih Cinta Ilahi mengungkapkan bahwa Allah SWT., memelihara manusia bukan saja dengan kegembiraan tetapi juga dengan kesedihan. Allah SWT., mengurus kita tidak hanya dengan kenikmatan tetapi juga dengan penderitaan. Tujuannya adalah agar kita bisa mencapai perkembangan yang baik. Orang-orang yang tidak pernah dipelihara dengan penderitaan biasanya tidak berkembang kearah kesempurnaan. Jalaluddin pun mengingatkan bahwa kebaikan Allah SWT., kepada kita jauh lebih besar daripada ujian-Nya dan kebaikan Allah SWT., tidak pernah berhenti.