Kamis, 28 Juni 2012

AT TAJARRUD 2


oleh: Sugino Abdurrahman, S.Pd.I.
Ketua PD Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Kota Cirebon

Islam Adalah Solusi
Satu-satunya jalan keselamatan adalah Islam seperti yang dibawakan oleh Rasulullah Muhammad bin Abdillah saw. Itulah agama yang Allah perintahkan kita untuk mengikutinya, seperti dalam firman Allah yang artinya: ”dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”. (QS. Al-An’am: 153).
Maka Islam adalah kumpulan perintah dan larang dari Allah kepada kita. Menyikapi perintah itu adalah dengan melaksanakannya dan menyikapi larangan adalah dengan menjauhinya. Itulah taqwa dan zuhud, seperti yang disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyah: ”Tidak ada zuhud kecuali dengan bertaqwa, dan bertaqwa adalah dengan mengikuti perintah dan larangan”.
Mengikuti Islam mengharuskan meninggalkan selainnya baik Yahudi, Nasrani, Majusi, Zionis, Sosialis, Kapitalis, Nasionalis, dan sebagainya yang termasuk dalam kategori bid’ah dan khurafat, yang dilandasi oleh fanatisme. Allah  berfirman dalam surat Ali-Imran: 19 dan 85 yang artinya: ”Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran:19)
”Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran:85)
Dari Ibnu Mas’ud ra., berkata: ”Rasulullah menggambar garis dengan tangannya, kemudian ia bersabda: ini jalan Allah, kemudian menggambarkan beberapa garis di sisi kanan kiri garis itu dan bersabda: Ini banyak jalan, yang di setiap jalan itu terdapat syetan yang menyeru kepadanya, lalu membaca ayat: dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain). (HR. Ahmad).

Contoh dan Ibrah
Ada beberapa contoh yang telah diukir oleh generasi awal umat ini agar menjadi pelajaran berharga bagi generasi berikutnya, antara lain:
1.      Melawan Orang  Kafir dan Sesat
Abu Ubaidah bin Al Jarrah, amin hadzihil Ummah menebas kepala ayahnya sendiri di perang Badar dengan pedangnya, dan langsung jatuh di hadapannya. Sesungguhnya Abu Ubaidah tidak hendak membunuh ayahnya, ia hanya ingin membunuh kemusyrikan yang ada dalam diri ayahnya itu. Sehingga Allah SWT., menurunkan ayat tentang dirinya dan ayahnya, dan ayat itu terus dibaca sehingga Allah ambil kembali bumi ini dengan segala isinya terdapat dalam surat Al Mujadilah: 22 yang artinya: ”kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari pada-Nya. dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. (QS. Al Mujadilah:22).

2.      Meningalkan Kampung Halaman
Tidak ada contoh perjalanan meninggalkan kampung halaman untuk mendapatkan kebenaran seperti yang dialami oleh Salman Al Farisi, yang diklaim Rasulullah saw., Salman adalah ahlul baitku. Perjalanan yang menunjukkan pengorbanan, meninggalkan kemewahan, mengerahkan semua upaya dan semangat tinggi untuk mendapatkan kebenaran.
Dimulai dari hijrah meninggalkan negerinya di Asfahan Persia, mencari negeri yang masih berpegang teguh dengan ajaran Nasrani yang asli, yang tidak mengalami perubahan, sampai pada rahib terakhir, yang sebelum wafat, Salman bertanya kepadanya seperti yang ia tanyakan pada rahib sebelumnya: ”Sesungguhnya engkau mengetahui tentang apa yang saya alami, kepada siapakah engkau mewasiatkan saya untuk menemuinya? Dan apa yang harus saya lakukan?”
Rahib itu menjawab: ”Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada lagi orang yang masih berpegang teguh dengan apa yang kita lakukan, tetapi sudah semakin dekat waktu kehadiran Nabi di Jazirah Arab, yang diutus dengan agama Ibrahim, ia berhijrah dari kampung halamannya menuju ke tempat yang banyak pohon kurma, di antara dua bukit batu, ia memiliki beberapa ciri yang tidak sulit dikenali; ia makan hadiah tetapi tidak makan sedekah, di antara kedua tulang punggunya terdapat stempel kenabian. Maka jika kamu mampu menuju ke tempat segera lakukanlah”.
Ketika rahib itu sudah wafat, Salman tinggal di Ammuriyah beberapa waktu, sampai bertemu dengan rombongan pedagang Arab, suku Kalb. Kata Salman: ”Saya katakan kepada mereka: Maukan kalian mengantarkan saya ke negeri Arab, saya akan berikan sapi-sapi betina dan kambingku ini”. Mereka jawab: ”Ya, kami antar kamu. Maka saya berikan semua itu kepadanya dan mereka membawaku. Sesampainya di lembah Qira (antara Madinah dan Syam) mereka menipuku dan menjual diriku sebagai seorang budak kepada seorang Yahudi, dan aku menjadi budaknya. Tak lama kemudian datang keponakan orang Yahudi itu dari Bani Quraidhah dan membeliku dari Yahudi tadi. Pembeli baru itu membawaku ke Yatsrib. Maka saya melihat pohon-pohon kurma yang pernah disampaikan oleh Rahib di Ammuriyah dahulu, saya kenali kota ini seperti yang diterangkannya dahulu. Saya berada di Madinah bersama Bani Quraidhah itu, dan Nabi Muhammad masih berdakwah di Makkah. Saya tidak mendengar tentang dakwah Nabi di Makkah karena kesibukanku sebagai seorang budak, untuk bekerja”.
Perjalanan Salman ini adalah pengorbanan besar, ia tinggalkan kemewahan Persia, berhijrah dan berkorban dengan sapi dan kambingnya, bertahan sebagai seorang budak untuk mendapatkan kebenaran, bertemu dengan Rasulullah saw. Peristiwa ini sungguh memberikan pelajaran berharga bagi siapapun yang mau mengambil ibrah. Firman Allah yang artinya : ”dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al Ankabut:69).


3.      Mengorbankan Harta Benda
Firman Allah dalam surat Al-Lail: 17-21 yang artinya: ”dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, Padahal tidak ada seseorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan”. (QS. Al Lail: 17-21).
Ayat-ayat ini turun berkaitan dengan Abu Bakar ra., yang membelanjakan hartanya untuk menyelamatkan tujuh orang yang disiksa di jalan dakwah, untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi. Orang-orang asing di Makkah yang ketika beriman membuat mereka mendapatkan semakin banyak hukuman dan siksaan.
Orang-orang yang telah menjual dirinya kepada Allah dengan ikhlas memeluk agama-Nya, tajarrud hanya kepada Allah mereka beribadah, meninggalkan hawa nafsu dan para thaghut saat itu, agar dapat meraih surga.
Ayat-ayat di atas turun untuk memberikan penghargaan kepada Abu Bakar ra., yang telah melakukakan pekerjaan besar, membebaskan mereka dari perbudakan untuk menggapai ridha Allah. Tidak sekali itu saja Abu Bakar melakukannya. Ia mendermakan dengan apa saja yang ia miliki. Ketika ia menyumbang empat ribu dirham (satu nishab dua ratus dirham, red.) pada saat umat Islam kesulitan dana (Yaumul ’usrah) menjelang perang Tabuk; Rasulullah bertanya kepadanya: ”Adakah yang masih engkau sisakan untuk keluargamu?” Ia menjawab: ”Aku sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya”.
Abu Bakar ra., telah meletakkan rambu-rambu jalan yang sangat jelas, yaitu:
a         Tajarrud, melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah
b        Tawakkal total kepada Allah, ketika ia menyatakan: ”Aku sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya”
c         Pembuktian bahwa kepemilikan hakiki hanyalah Allah SWT., Abu Bakar hanyalah sebagai pengelola

4.      Mengorbankan Jiwa di Jalan Allah.
Syaddad bin Al Had berkata: ”Ada seorang Arab datang menemui Nabi Muhammad saw., lalu menyatakan iman dan mengikuti Nabi”. Ia berkata: ”Saya ikut hijrah bersamamu”. Lalu Rasulullah menyampaikan hal ini kepada sebagian sahabat. Ketika di perang Khaibar Rasulullah mendapatkan ghanimah dan membaginya termasuk untuk orang Arab ini. Diberikanlah ghanimah itu kepada para sahabat, dan orang Arab itu masih di belakang. Begitu datang diberikanlah bagian ghanimah itu kepadanya. Orang Arab itu bertanya: ”Apa ini?” Para sahabat menjawab: ”Bagian ghaniman, yang Rasulullah bagi untukmu”. Ia ambil ghanimah itu lalu mendatangai Rasulullah saw., dan bertanya: ”Apa ini Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: ”Ini bagianmu”. Orang Arab berkata: ”Bukan untuk mendapatkan ini saya mengikutimu, akan tetapi saya mengikutimu agar saya terkena di sini (sambil menunjuk lehernya dengan panah) lalu aku mati dan masuk surga”. Sabda Nabi: ”Jika kamu benar, maka Allah akan membuktikanmu”. Kemudian ketika ada perang melawan musuh Islam, dan Rasulullah melihatnya terbunuh. Rasulullah bertanya: ”Betulkan ia?” Para sahabat menjawab: ”Ya”. Sabda Nabi: ”Ia membenarkan Allah lalu Allah membenarkannya”. Firman Allah yang artinya: ”dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”. (QS.Al Baqarah:207).  Wallahu a’lam